
Sebuah tulisan atau artikel menarik ditampilkan laman antaranews bulan ini, menunjukan hubungan antara gejolak harga daging sapi lantaran adanya kebutuhan daging sapi secara besar-besaran dalam waktu tertentu yang dengannya tradisi lokal. Penyikapan yng proporsional terhadap peristiwa ini dia yng menjadi modal kebijakan yng berpihak pada peternak rakyat.
Makna Setumpuk Daging "Meugang"
tulisan atau artikel oleh: Azhari
"Puasa ka thoe, pat tamita sie meugang (puasa sudah dekat, di mana kita cari daging meugang)," demikian sebuah ungkapan bahasa daerah yng kerap dibicarakan orang-orang di Aceh setiap menjelang bulan puasa. Ungkapan itu bukan berguna warga atau juga bisa dikatakan masyarakat di Aceh tak pernah menikmati daging sapi ataupun kerbau, namun setumpuk daging pada hari meugang tampaknya lebih bernilai dari puluhan kilogram pada hari-hari biasa.
Bagi keluarga di Aceh lebih bermakna andai membawa pulang daging sapi/kerbau setumpuk (lebih satu kilogram) pada hari meugang (hari penyembelihan hewan) ke rumah orang-orang, yng lantas dimasak dan disantap bersama-sama.
Hari meugang adalah satu dari sekian banyaknya tradisi ratusan tahun silam menjelang satu ataupun dua hari sebelum bulan puasa, ataupun di penghujung bulan Syakban. Malah, warga atau juga bisa dikatakan masyarakat Aceh mencoba memperoleh/membeli daging walau pada hari meugang itu naik mencapai 50 % dibanding hari-hari biasa.
Mahalnya harga daging pada hari meugang menjelang Ramadhan itu sebuah kendala, lantaran di dalamnya memiliki kandungan nilai-nilai kebersamaan dalam keluarga, baik keluarga kecil ataupun besar, lebih-lebih di Gampong-gampong (desa) di provinsi itu.
Malah, pemandangan hampir di setiap sudut jalan terlihat berdiri pasar-pasar kaget yng menyediakan daging sapi/kerbau di penjuru daerah berpenduduk mayoritas muslim itu.
Malah, beberapa tahun silam, penyembelihan hewan ternak itu di lakukan yang dengannya tips meuripee (patungan) sesama penduduk di sebuah Gampong di provinsi berpenduduk sekitar 4,6 juta jiwa yang telah di sebutkan.
Ratusan, malah ribuan ekor sapi/kerbau disembelih pula di perkantoran pemerintah, TNI dan Polri dan swasta bagi atau bisa juga dikatakan untuk dibagikan kepada karyawannya masing-masing pada hari meugang di Aceh menjelang puasa.
Meugang sebuah tradisi unik, karena tak cuma warga di Aceh, namun pula orang-orang yng di perantauan terkadang pulang kampung (mudik) dan berkumpul bersama keluarga menjelang puasa Ramadhan.
Meugang di Aceh tak cuma menyambut puasa, namun menjelang sehari ataupun dua hari Idul Fitri dan sehari sebelum Idul Adha ataupun lebih ternama yang dengannya sebutan meugang hari raya haji.
Namun, khusus meugang menjelang hari raya haji tak sesakral puasa ataupun sehari sebelum Idul Fitri.
Pada meugang menjelang puasa umumnya warga Aceh membeli daging dalam jumlah relatif tidak sedikit, lantas dimasak bagi atau bisa juga dikatakan untuk disantap langsung (gulai panah/buah nangka), direbus (sie reboeh) dan sie balue (daging asin), yng mampu tahan lama mencapai satu bulan.
Efendi, pedagang sapi di tempat Beurawe Banda Aceh, memperkirakan harga daging pada hari meugang mampu mencapai Rp125.000/kilogram, sementara pada hari-hari biasa paling tidak murah Rp70.000/kilogram.
Empat hari menjelang meugang telah terlihat merangkak naik harganya yaitu berkisar Rp85.000-Rp90.000/kilogram.
"Kenaikan itu bukan berarti kami (penjual) sengaja ingin memperoleh keuntungan besar, tapi karena harga beli hewan sapi yang juga naik," kata pedagang kecil itu.
Biarkan Tidak murah
Sementara itu, Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar menyatakan, tak ada masalah andai harga daging sapi asli Aceh tidak murah, dan biarkan saja semisal itu supaya para peternak di provinsi yang telah di sebutkan lebih diuntungkan.
"Secara pribadi, biarkan harga daging sapi Aceh itu mahal, supaya ternak sapi Aceh bergengsi karena memang memiliki citra rasa yang baik dan kualitasnya juga tinggi," ujarnya menjelaskan.
Harga daging sapi pada meugang (hari penyembelihan sapi/kerbau) sehari menjelang puasa Ramadhan 1431 Hijriah, diperkirakan naik mencapai di atas Rp100.000/kilogram.
"Kalau kualitas dan citra rasa daging sapi Aceh lebih baik dibanding daerah lain, maka produksinya bisa dipasarkan ke provinsi lain di Indonesia, yang akhirnya kesejahtaraan peternak lebih baik," kata dia menjelaskan.
Disaat ditanya kemampuan warga atau juga bisa dikatakan masyarakat bagi atau bisa juga dikatakan untuk membeli daging meugang, Muhammad Nazar menyatakan bagi penduduk Muslim di daerah itu tak ada masalah.
"Masyarakat tidak mempermasalahkan jika harga daging sapi Aceh lebih mahal dibanding sapi daerah lain," ujarnya menambahkan.
Apalagi, warga atau juga bisa dikatakan masyarakat tidak lebih bisa atau mampu di Aceh Suka mendapatkan bantuan dana ataupun daging pada setiap meugang.
"Bagi masyarakat kurang mampu sekarang ada juga mendapatkan bantuan dari pemerintah kabupaten/kota, serta berbagai lembaga lain di daerah ini," kata dia.
Lantaran itu, ia menegaskan kembali andai seluruh pihak mufakat bagi atau bisa juga dikatakan untuk menyejahterakan peternak di Aceh maka tak ada masalah yang dengannya kenaikan harga daging sapi asli Aceh. Di Indonesia ada tiga jenis sapi asli, yaitu sapi bali, sapi madura dan sapi aceh.
Sepanjang beberapa tahun yang terakhir, setiap menjelang hari meugang warga atau juga bisa dikatakan masyarakat dari aneka macam daerah di Aceh mendatangi kantor bupati/walikota, gubernur dan gedung DPRA bagi atau bisa juga dikatakan untuk meminta uang daging dan orang-orang rata-rata berterus terang dari kalangan warga atau juga bisa dikatakan masyarakat miskin di desa.
Menjelang puasa tahun 2009, warga yng mendatangi kantor gubernur memperoleh curahan uang meugang dari pemerintah.
Namun, Pemerintah Aceh mengumumkan tak menyediakan uang bantuan daging meugang menjelang pelaksanaan Puasa Ramadhan 1431 Hijriyah (2010) kepada warga atau juga bisa dikatakan masyarakat di provinsi itu.
"Saya minta masyarakat tidak terpengaruh isu-isu yang menyebutkan ada bantuan `meugang` dari gubernur, sehingga berduyun-duyun datang ke kantor gubernur di Banda Aceh," kata Gubernur Aceh Irwandi Yusuf.
Melalui Kepala Biro Hukum dan Humas Sekretariat Provinsi Aceh, Makmur Ibrahim, gubernur menegaskan tak benar andai pemerintah menyediakan uang bantuan meugang kepada warga atau juga bisa dikatakan masyarakat dan berita yang telah di sebutkan menyesatkan.
"Itu perlu saya sampaikan karena mulai minggu-minggu pertama banyak orang datang karena adanya bantuan uang `meugang` dari gubernur. Isu tersebut jelas merugikan saya dan masyarakat Aceh secara umum," kata Makmur mengutip pernyataan gubernur Irwandi Yusuf.
Isu bantuan daging meugang itu dipastikan mengalir secara cepat dari mulut ke mulut ataupun malah melalui layanan pesan singkat (sms) telepon seluler.
"Karena segala bantuan berupa hibah, pemberdayaan ekonomi masyarakat, pendidikan, dan bantuan lainnya telah disalurkan melalui lembaga resmi baik di provinsi maupun kabupaten dan kota se-Aceh," kata dia menegaskan.
Walau tanpa adanya bantuan uang dari pemerintah akan tetapi diyakini meugang tetap semarak di Gampong-Gampong di Aceh lantaran membawa pulang daging sapi/kerbau ke rumah sudah menjadi tradisi sakral ratusan tahun di warga atau juga bisa dikatakan masyarakat Aceh.
(A042/B010
source: antaranews.com
Silakan copy-paste yang dengannya tetap mencantumkan link sumber
Sumber Rujukan Dan Gambar : http://www.pulangkandang.com/2010/08/tradisi-lokal-dan-gejolak-harga-daging.html