Dahlan Iskan: Problem Susu Etawa di Bukit Menoreh

- September 17, 2017

Dahlan Iskan: Problem Susu Etawa di Bukit Menoreh

 

Jakarta - Telah terlalu malam disaat saya tiba di Sumowono, sebuah desa di deretan Bukit Menoreh, Purworejo, Jawa Sedang. Telah terlalu gelap bagi atau bisa juga dikatakan untuk mampu melihat kandang-kandang kambing di desa itu.
Saya salah perhitungan. Berbekal alamat saja diluar dugaan tak cukup. Rencana bagi atau bisa juga dikatakan untuk tiba di desa itu pukul 17.00 pun meleset.
Jarak Jogja-Purworejo yng diperkirakan mampu di tempuh satu jam diluar dugaan Perlu tiga jam. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk mampu keluar dari Jogja saja telah memerlukan waktu satu jam sendiri. Proyek fly over di ujung ring road Jogja itu membuat lalu-lintas sore hari macet-cet.
Namun, itu bukan menyebab utama. Kesalahan fatalnya lantaran saya salah memilih jalan: bagi atau bisa juga dikatakan untuk ke desa Sumowono diluar dugaan mampu lewat Godean. Tak butuh masuk kota Purworejo. Namun nafsu besar bagi atau bisa juga dikatakan untuk mampu menikmati dawet hitam yng terkenal itu membuat saya ingin masuk kota Purworejo.
Akhirnya saya baru masuk desa itu pukul 20.30. Sepi. Gelap. Pak Lurah Maryono pun tak di rumah. Untung mampu dicari bagi atau bisa juga dikatakan untuk segera pulang. Telah lama saya ingin ke desa ini lantaran keistimewaan kambingnya. Namun tak barangkali di kegelapan semisal itu saya mampu melihat di mana letak kecantikan kambing-kambing Sumowono.
Maka saya putuskan saja bermalam di desa itu. Baru pagi-pagi keesokan harinya keinginan melihat kambing istimewa itu terlaksana. Sembari menikmati hawa sejuk pagi hari di Bukit Menoreh.
Malam itu, di rumah Pak Maryono yng belum sepenuhnya jadi, kami mampu ngobrol lesehan yang dengannya beberapa penduduk yng memelihara kambing bantuan BUMN. Saya ingin melihat sendiri fakta di lapangan apakah Program Kemitraan serta Bina Lingkungan (PKBL) BUMN itu benar-benar sebaik yng diadukan atau dilaporkan.
Kian malam obrolan kian menarik. Suguhan singkong goreng serta pisang rebusnya enak sekali. Apalagi Bu Lurah Maryono pula menyuguhkan susu Anget dari kambing etawa, yng manisnya berasal dari gula aren produksi desa sendiri.
Obrolan di lantai malam itu kian lengkap lantaran Pak Bupati Purworejo, Drs Mahsun Zain, mendadak muncul ikut lesehan. Ini dia obrolan yng penuh canda lantaran tidak sedikit pula membicarakan masalah seks! Lebih-lebih hubungan seks antar kambing.
"Kalau terjadi hubungan seks, di sini, pihak wanitanya yang harus bayar," ujar Warman, seorang penerima bantuan kambing etawa BUMN PT Jasa Raharja (Persero). "Sekali hubungan Rp 50.000," tambahnya.
Waktu itu, 1,5 tahun lantas, Warman bersama 23 orang penduduk Sumowono mendapatkan pinjaman Jasa Raharja masing-masing Rp 15 juta. Bunganya cuma 6% setahun. Tiap orang bebas menentukan strateginya sendiri. Boleh membeli lima kambing kecil-kecil, boleh pula membeli tiga kambing yng telah besar. Marwan membeli tiga kambing etawa: dua induk serta satu calon induk.
Sabtu kemarin, disaat saya di sana, kambing Warman telah 14 ekor! Cuma dalam waktu 1,5 tahun.
Warman salah satunya warga yng cerdas dalam menentukan seni manajemen mengenai jenis kambing yng Perlu dibeli yang dengannya uang Rp 15 juta itu.
Percis-sama bisa pinjaman Rp 15 juta, ada yng tatkala ini baru mempunyai 10 ekor kambing. Program ini memanglah Amat sukses. Dari 23 orang yng tergabung dalam kelompok Ngudi Luwih, tak satu pun yng gagal. Seluruh kambing orang-orang berkembang. Semuanya bisa atau mampu membayar cicilan pertama sebesar Rp 5 juta.
Kalau toh ada yng belum memuaskan, program ini belum menyentuh penduduk yng termiskin di desa itu.
Soal ini dia yng malam itu kami obrolkan hingga malam: bagaimana penduduk yng termiskin mampu dientas lewat program yng percis. Pendapat dari Pak Lurah, masih ada 100 KK (dari 350) yng Amat miskin. Seratus KK yang telah di sebutkan kami kelompokkan: mana yng mampu segera ditangani serta mana yng Perlu tahap selanjutnya.
Diluar dugaan ada 40 KK yng mampu segera dibikinkan program yng percis. Pak Lurah bersama penduduk yng telah terbukti bisa atau mampu mengembangkan kambing, mufakat bagi atau bisa juga dikatakan untuk bersama-sama menuntun 40 orang itu. “Baik Pak. Kami akan ikut membina mereka,” ujar Pak Lurah.
Awal mulanya, bantuan yang telah di sebutkan ditawarkan kepada siapa saja di desa itu. Tentu Perlu bagi atau bisa juga dikatakan untuk membeli kambing etawa. Ini lantaran memelihara etawa telah mendarah mendaging di pegunungan itu. Telah sejak zaman Belanda. Namun, diluar dugaan, orang-orang yng tergolong termiskin yang telah di sebutkan tak mau mendaftar.
Kenapa? “Mereka pada takut. Takut punya utang dan takut tidak bisa mengembalikan,” ujar Pak Lurah. Namun sesudah melihat tidak sedikit penduduk yng sukses, sebagian dari 100 orang yang telah di sebutkan kini mulai berani.
Misalnya Pak Habib Abdul Rosyid.
Habib merupakan imam di masjid kecil di desa itu. Bacaan ayat-ayat Al Qurannya Amat baik. Habib hanyalah tamatan madrasah tsanawiyah (setingkat SMP), yng lantaran kemiskinannya tak melanjutkan ke tingkat yng lebih atas. Sehari-hari Habib (42 tahun) menjadi buruh tani, mencangkul ataupun mencari rumput. Habib pula memelihara 6 ekor kambing namun milik orang lain. Habib cuma menggadu.
Usai salat subuh yng dia imamnya, saya ngobrol lesehan yang dengannya seluruh jamaah di teras masjid. Tentu obrolan mengenai kambing etawa. Habib mendadak mengajukan diri bagi atau bisa juga dikatakan untuk memperoleh bantuan Jasa Raharja.
“Mengapa tidak ikut kelompok yang pertama dulu?” Tanya saya.
“Waktu itu saya takut Pak. Ternyata bapak-bapak ini berhasil semua,” ujarnya.
“Sekarang sudah berani?” Tanya saya.
“Berani Pak. Saya harus berhasil. Saya harus maju. Dan lagi anak saya tiga. Sudah mulai ada yang masuk SMP. Sudah mulai memerlukan banyak biaya,” tambahnya.
Habib pula segera ingin berganti. Dari memelihara kambing biasa milik orang lain menjadi memelihara kambing etawa milik sendiri. Kambing biasa, kata Habib, memerlukan makan Amat tidak sedikit. “Dua kali lipat dari kambing etawa,” tambahnya. “Kambing etawa hanya sekali makan. Kambing biasa tidak henti-hentinya makan. Menjelang tidur pun masih makan,” kata Habib.
“Di musim kemarau seperti ini saya harus cari rumput sampai lima kilometer jauhnya,” ujarnya.
Salon Kambing
Kambing etawa merupakan kambing yng dipelihara bukan lantaran dagingnya, namun lantaran kecantikannya. Tubuhnya tinggi (90 cm), besar, indah, serta bulunya (khususnya bulu panjang yng tumbuh di bagian pantatnya) Amat seksi. Bentuk wajahnya manis semisal ikan lohan. Telinganya panjang menjuntai yang dengannya bentuk yng mirip hiasan di leher.
Memanglah, orang memelihara kambing etawa lantaran harga jualnya yng tinggi. Satu ekor mampu mencapai Rp 10 juta. Mengalahkan harga kerbau sekali pun. Memanglah, memelihara kambing etawa semisal memelihara ikan lohan ataupun burung cucakrowo: bagi atau bisa juga dikatakan untuk hobi. Lantaran itu peternak etawa Perlu amat rajin merawat kambingnya. Supaya terlihat selalu cantik. Kalau butuh sesekali membawa kambingnya ke salon kambing.
Pagi itu kebetulan lagi hari pasaran kambing etawa di Kaligesing. Pak Bupati, yng pagi-pagi kembali ke Sumowono, mengajak saya ke pasar hewan. Seru! Ini dia satu-satunya bursa kambing etawa di republik ini. Pemilik etawa datang dari aneka macam kabupaten. Pendapat dari catatan pintu retribusi, lebih 700 ekor etawa yng ditransaksikan hari itu.
Di tengah-tengah bursa itulah salon kambing dibuka. Pagi itu saya lihat tidak sedikit pemilik kambing yng antre: ada yng ingin mempercantik tanduknya ada juga yng ingin memotongkan kuku kambing orang-orang.
Dari segi penyakit pun, cuma satu yng ditakutkan: kanker payudara. Lantaran itu peternak Perlu rajin meraba-raba payudara kambing orang-orang. Begitu payudara itu terasa lebih panas dari suhu tangan yng meraba, haruslah segera disuntik. Kalau tak, payudara itu akan mengeras, membiru, serta tak hingga seminggu akan mati.
Apalagi, dalam setiap lomba, keindahan payudara salah satunya yng dinilai. Kian indah payudaranya, kian tidak murah harga jualnya.
Namun yng paling menentukan merupakan kemampuannya memproduksi anak. Bagi atau bisa juga dikatakan untuk itu peternak Perlu hafal kapan kambingnya mulai birahi. Ini mampu dilihat dari kemaluannya yng memerah, ataupun yng sepanjang malam gelisah, tak mau tidur serta terus mengembik. Kalau telah begini, peternak Perlu segera membawanya ke pejantan bagi atau bisa juga dikatakan untuk dikawinkan.
Betina yng lagi birahi yang telah di sebutkan dimasukkan ke sangkar pejantan. Pemiliknya Perlu selalu mengintip. Ini bagi atau bisa juga dikatakan untuk memastikan apakah perkawinan telah berlangsung. Umumnya tak lama. Dalam waktu 1/2 jam, perkawinan telah berlangsung dua kali. Cukup. Betinanya segera dikeluarkan serta dibawa pulang. Tentu sesudah membayar Rp 50.000.
1/2 bulan lantas, kalau belum berlangsung tanda-tanda kehamilan, sang betina dikawinkan lagi. Di artikel ini gratis.
Di satu desa Sumowono ini cuma ada tiga pejantan handal. Satu milik bersama di kelompok Ngudi Luwih. Yng dua ekor lagi milik perorangan. “Satu pejantan bisa melayani 40 betina dalam sebulan,” ujar Marwan. Berguna satu pejantan menghasilkan uang Rp 2 juta sebulan.
“Tidak boleh terlalu sering mengawini. Kualitas keturunannya bisa kurang baik,” tambahnya. Seluruh peternak mengharapkan kualitas kambing orang-orang baik supaya harga jualnya kelak mampu tinggi.
Tak boleh pula habis mengawini satu betina langsung mengawini betina lain-lainnya. “Pernah terjadi”, kata Marwan, “yang diharapkan lahir kambing dengan kepala hitam, ternyata yang lahir merah,” ujarnya. Padahal jantannya berkepala hitam serta betinanya pula berkepala hitam. “Ini karena jantannya baru saja mengawini betina yang berkepala merah,” ujarnya.
Entahlah.
Yng terang mayoritas peternak menginginkan bagian kepala hingga leher serta dada berwarna hitam. Batas warna hitam yang dengannya warna putih di bagian tubuhnya pula Perlu rapi. Telinganya pula Perlu hitam yng panjangnya mencapai 30 cm. Untung-untungan semisal ini dia yng membuat tak seluruh peternak bernasib baik. “Ada peternak yang waris dan ada yang tidak waris,” ujarnya.
Tentu saya akan meminta Jasa Marga bagi atau bisa juga dikatakan untuk meneruskan program ini. Hingga yng 100 orang termiskin yang telah di sebutkan mampu tertangani. Desa ini memanglah telah sukses keluar dari status desa tertinggal, namun 100 KK termiskin yang telah di sebutkan masih mengganjal.
Apalagi BUMN Hutama Karya pula tengah membangun jembatan yng roboh di desa itu serta telah mengaspal jalan sepanjang 500 meter yng menanjak ke gunung.
Tentu masih ada lagi yng belum memuaskan: susunya! Belum ada upaya yng sungguh-sungguh bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengkoordinasikan susu kambing etawa ini. Penduduk memanglah telah mulai biasa minum susunya, namun belum hingga tingkat melakukan pemerahan tiap hari. Ini lantaran belum ada perusahaan yng mampu sepenuhnya menampung seluruh susu kambing etawa di Kaligesing.
Padahal di kecamatan ini terdapat 70.000 ekor kambing etawa. Padahal keistimewaan kambing ini, sebetulnya, lantaran kualitas air susunya itu!
“Satu liter susu sapi hanya berharga Rp 6.000. Satu liter susu kambing etawa Rp 15.000!” Ujar Agus Suherman, kepala bidang di Kementerian BUMN yng mengurus PKBL.
Apalagi minat ber-etawa terus meningkat. Pak Solikun, misalnya.
Tahun lantas Pak Solikun mempunyai 6 ekor kerbau. Kini kerbau itu dia jual seluruh. Dia belikan etawa. Memelihara kerbau, ujarnya, bukan main susahnya. (Ini saya benarkan lantaran waktu kecil saya pula Suka memandikan kerbau). Padahal harga seekor kerbau kalah yang dengannya seekor etawa yng baik.
Tidak ayal bila di seluruh desa ini kini cuma tinggal ada lima ekor kerbau. Ini pun rasanya tak akan lama. Kerbau akan segera hilang dari desa etawa ini.
sumber: finance.detik.com
Silakan copy-paste yang dengannya tetap mencantumkan link sumber


Sumber Rujukan Dan Gambar : http://www.pulangkandang.com/2012/09/dahlan-iskan-problem-susu-etawa-di.html

Seputar Dahlan Iskan: Problem Susu Etawa di Bukit Menoreh

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Dahlan Iskan: Problem Susu Etawa di Bukit Menoreh